Saturday, September 3, 2011

Cerpen Seputar Ramadhan

Rezeki di hari ke-18

            Tepat pukul 12.00, dimana panas matahari sangat menusuk kulit. Karena hal ini banyak orang yang memilih untuk berdiam saja di rumah. Apalagi ini adalah bulan suci ramadhan.
            Lalu lalang kendaraan beroda dua pun jarang terlihat di jalanan. Ini membuktikan bahwa sinar matahari pada saat itu begitu panas, membuat kebanyakan orang enggan keluar rumah. Tetapi, hal ini tidak berlaku bagi sekawanan anak dari blok B, yaitu Ummam, Jupri, Arbi, Eri, dan Oti. Mereka menghabiskan waktu liburan akhir ramadhan dengan bermain sepeda di tengah teriknya panas.
”Eri, Ula mana? Kok gak ikut main bareng kita sekarang.” tanya Jupri
”Gak tau tuh, katanya sih males kalau main sepeda terus. Apalagi cuaca hari ini panas.” jelas Eri sambil menghapus keringat di wajahnya.
”Eh, udahan yuk! Dah lemes nih.. ntar puasa Arbi batal lagi karena laper bayangin makanan.” ajak Arbi.
”Iya ya..udahan.” sahut Eri dan Ummam.
”Yaudah deh, tapi besok kita main lagi ya..” jawab Jupri
”Iya deuh..” balas Oti dan teman-teman.
            Mereka pun pulang ke rumahnya masing-masing dengan sepeda. Oti, yang lebih dulu sampai di rumahnya, langsung memarkir sepedanya di garasi rumah.
”Bunda.. bunda dimana?” teriak Oti.
”Iya nak, bunda di belakang.” jawab bunda
            Mendengar itu Oti langsung mencari sumber suara tersebut yang berasal dari dapur.
”Habis dari mana Oti?” tanya bunda
”Habis keliling komplek sama temen-temen.” jawab Oti dengan lemas ”Bun..Oti lemes.”
”Makanya, panas-panas gini jangan main sepeda.” jelas bunda.
”Bunda lagi buat apa sih?” tanya Oti.
”Ini bunda lagi masak ayam goreng.”jawab bunda. ”Oti mau makan?” tawar bunda pada Oti.
”Boleh deh, Oti mau makan pake telur keju aja.” jawab Oti
            Tanpa berfikir panjang bunda pun memasakkan telur keju untuk Oti. Padahal Oti sedang berpuasa. Sedangkan bunda sedang berhalangan untuk puasa. Tetapi bunda dan Oti tidak sadar akan hal itu.
            Tak berapa lama kemudian bunda menghidangkan makanan untuk Oti. Oti pun makan dengan lahap.
”Bunda bunda, kok Oti jadi gak lemes ya habis makan?” tanya Oti sambil menghabiskan suapan-suapan terakhirnya.
” Ya soalnya, tadi Oti habis menguras tenaga dengan bermain sepeda. Panas-panas lagi.. seharusnya Oti istirahat. Apalagi Oti kan lagi puasa..” jawab bunda sambil mencuci piring. ”Lolololoh, Oti kan lagi puasa. Ya Allah Oti.. bunda lupa..”jelas bunda yang membuat Oti juga sadar dengan hal itu.
”Ohya, laah terus gimana dong bun?” tanya Oti pada bunda sambil terus melahap makanannya lebih cepat.
”Yaa.. yaudah, berarti itu rezeki Oti. Oti sama bunda kan lupa tadi.” jelas bunda.
”Jadi, Oti boleh makan dong, tanpa membatalkan puasa, hehehee..”
”Eeeehh, udah ga boleh dong. Kan sekarang Oti dah sadar kalau sekarang oti sedang berpuasa.”
”Yah..yaudah deh kalau gitu, padahal tinggal 3 suap lagi nih. Tapi.. boleh minumkan bun, biar gak keselek.”
”Eh, eeh.. Oti..”
            Bunda pun tertawa kecil melihat anaknya yang bungsu meminum air putih dengan cepat, setelah itu lari agar tidak bisa mendengar jawaban bundanya yang terakhir.
”Oti.. jangan lupa sholat dzuhur dulu! Setelah itu baru tidur, ya..” teriak bunda untuk mengingatkan Oti.
”Iya bunda..” teriak Oti untuk mengiyakan perintah bunda.
            Oti pun langsung ke kamar mandi untuk berwhudu. Langkahnya pelan, sambil mengelus perutnya dan tersenyum ia pun berfikir, Andai saja setiap hari aku lupa kalau puasa, kan jadinya enak, aku makan terus. Main sepeda pun gak bakal lemes, haaa..
            Setelah shalat, Oti langsung duduk di meja belajarnya. Ia pun mengambil  buku agenda ramadhan lalu membukanya. Ia menuliskan di kolom ke-18 bahwa hari ke-18 ia puasa adalah hari yang menyenangkan.
            Setelah itu ia mengambil selembar kertas HVS lalu menuliskan, Ya Allah terima kasih atas rezeki-Mu. Aku sangat bersyukur. Aku janji gak bakal bolong-bolong lagi deh puasanya.
            Semenjak kata-kata itu di tulis dan di tempel di dekat meja belajarnya, ia pun tak pernah bolong-bolong lagi puasanya. Bahkan ia sangat menunggu datangnya bulan suci  ramadhan dari tahun ke tahun.



Sebagian cerita ini benar-benar fakta terjadi
oleh penulis cerita ini saat berumur 7 tahun.

No comments:

Post a Comment