Aku terlahir
menjadi anak ketiga dari tiga bersaudara, sebutannya anak bungsu. Saudaraku
keduanya adalah kakak perempuan. Rentang umur yang terpaut antara aku dan kaka
kedua hingga 10 tahun, sedangkan kaka pertama 14 tahun. 10 tahun? Bukankah
suatu rentang umur yang sangat jauh?
Saat itu aku
berumur 10 tahun, aku terlibat pertengkaran yang amat sangat mencekam antara
aku dan kakakku. Memang itu hal biasa yang hampir setiap persaudaraan sedarah
mengalaminya, begitu aku mengiranya. Namun kali ini berbeda, kondisi yang aku
hadapi saat itu memang sangat berbeda, mencekam.
Kakakku
sangat tidak suka jika aku yang dianggapnya masih kecil ini mencampuri
urusannya. Aku tak berniat mencampuri urusannya, aku hanya ingin peduli dengan
masalahnya. Tapi dengan caraku begitu aku dianggap salah baginya. Aku dianggap
hanya dapat merusak dan memperburuk keadaan. Aku tak mengerti pemikiran orang
dewasa saat itu.
Tapi sebenarnya
aku ingin mendapatkan perhatian darinya. Dimana aku berperan sebagai adik yang
menghormati kakaknya, dan kakakku berperan sebagai kakak yang menyayangi
adiknya. Itulah keadaan sempurna menurutku. Aku ingin sekali menciptakan
keadaan itu. Tapi susah sekali untuk merealisasikannya dengan peranku sebagai
adik saat itu.
Suatu ketika
dimana ia dihadapkan dengan sebuah masalah, dan aku juga mengetahui masalah
itu. aku menganggap masalah itu terlalu aneh untuk dijadikan masalah. Hingga sekarang aku sangat merindukan
masa-masa dimana aku masih berpikir instan dan semuanya aku hadapi dengan jalan
pintas, yaitu saat aku masih anak-anak. Aku merasa masa itu sangat indah,
dengan segala masalah tidak pernah aku ambil susahnya dan dengan mudah aku
biarkan masalah itu berlalu begitu saja. Tapi mengapa sekarang begitu susah
untuk menciptakan masa layaknya demikian? Dan aku baru menyadari bahwa masalah
yang dihadapi kakakku itu memang tergolong berat saat itu.
Sebagai adik
aku mencoba menjadi adik yang baik baginya, aku membawakannya segelas air putih
untuk membuatnya luluh denganku. Setelah aku meletakkannya di meja, kemudian dia diam. Aku pun juga demikian.
Setelah beberapa lama ia pun tetap diam dan duduk di atas kasur kamarnya. Aku
spontan kaget dengan perkataannya yang tiba-tiba mengarah padaku. Awalnya aku
mengira dia hanya curhat dan melampiaskannya segalanya ke aku atas masalahnya,
ternyata aku salah. Satu pernyataan yang dia ucapkan kepada yang membuatku
begitu sontak mendengarnya.
“kenapa
mamah selalu sayang sama kamu ki? Gak pernah mikirin aku. Apa sih yang
dibanggain dari anak kecil tukang usil dan suka cari gara-gara kayak kamu? Dan asal
kamu tau yaa kii, kamu itu sebenarnya anak yang gak diharapin tau gak. Umur kita
aja beda jauh! ...”
Segalanya dia
hanturkan untuk membuatku makin miris, aku yang mendengarkannya langsung tak
sanggup menahan air mata. Kemudian luapan air mata terus keluar membasahi.
“emang bener
apa yang kakak katakan? Aku bukan anak yang gak diharapin tau. Kalo iya kenapa
aku masih hidup sampe sekarang?” sambil terus menangis.
“kamu nggak
ngerti keadaannya, soalnya kamu belum lahir, dulu papa sama mama tak ada niat
untuk punya anak lagi. Kamu hadir tanpa diduga. Kalo kamu gak bercaya, tanyakan
saja sana sama mama dan papa”
Setelah mendengarnya
aku keluar kamar perlahan, kemudian sambil terbayang dipikirannku mengenai hal
yang dia lontarkan tadi. Benarkah aku anak yang tak diharapkan?
Mama dan
papa saat itu memang tidak ada di rumah, aku menunggu mama atau papa pulang
untuk menanyakan hal yang tadi diucapkan kakakku. Sore datang, mamaku pun
pulang. Aku langsung menghampirinya ke garasi. Tadinya aku ingin bertanya
sambil menangis, namun aku takut akan dibilang
cengeng oleh kakakku.
“mah, aku
mau nanya. Apakah mama sayang padaku? Apakah mama mengharapkanku ada seperti
mama mengharapkan kakak-kakakku ada?” sambil mencoba tetap tenang untuk tidak
mengeluarkan air mata.
Mama sontak
mengerutkan kening tanda tak paham ataupun merasa aneh dengan ucapanku ”kenapa
nak, kamu ada tugas sekolah tentang apa itu? disuruh bercerita? Mama sayang kok
sama kamu, sayang juga sama kakak-kakakmu”
Mendengar itu akupun mulai tenang, kemuadian
langsung pada inti pertanyaan “mah, apakah aku ini anak yang gak diharapkan? Apa
benar mama pada awalnya tak mengharapkan aku ada”
Mama terdiam
lama, kemudian menjawab pertanyaanku “pasti kakakmu kan yang berkata seperti
itu? kalian berantem masalah apa lagi?”
Jawaban pertanyaanku
belum dijawab, tiba-tiba aku tak bisa lagi menahan air mata, melihat aku yang
menagis mama memelukku “jangan nangis sayang, itu hanya perkataan kakakmu saja.
Gak usah dipikirin. itulah senjatanya untuk membuatmu kalah ketika kalian
berantem. Mama, papa, semuanya sayang kamu kok”
“tapi apakah
benar aku anak yang tak diharapkan?” aku bertanya lagi dengan singkat ditambah
luapan air mata yang mengalir.
Mama kemudian
membawaku ke arah dapur untuk didudukkan, kemudian ia melanjutkan jawabannya
“Dulu
memang papa sama mama cuman berencana mempunyai 2 anak, kemudian setelah 10
tahun setelah kaka keduamu lahir, mama hamil lagi. Awalnya semua tak menyangka
kamu ada, kakak-kakakmu dan beberapa sodara kita lainnya mengharapkan kehadiran
seorang anak laki-laki karena mama belum punya anak laki. Tapi ternyata Allah
memberikan seorang putri buat kami, itulah kamu sayang. Walaupun bagaimanapun,
mama tetap sayang sama kamu kok nak. Gak usah kamu pikirkan perkataan kakakmu
itu”
“benarkah hingga sekarang ibu masih sayang
padaku?” aku bertanya lagi untuk meyakinkan diri.
“kalau mama
tidak sayang padamu, kenapa sekarang mama berada disampingmu disaat begini. Kenapa
mama mencari kerja untuk menghidupimu. Itu semua untuk kamu dan kakak-kakakmu. Sudahlah,
lupakan saja perkataan kakakmu. Makanya kiki jangan suka usil sama kakak, itu
yang membuat kakak-kakakmu menjadi kesal kepadamu, yaah”
Aku sudah
mulai tenang dengan ucapannya, kemudian aku menghapus air mata. Mama membawaku
ke arah kamar mandi untuk mandi, agar badan dan pikiranku kembali tenang.
Sejak saat itu aku memang tidak bisa mudah melupakan perkataan kakakku yang begitu miris itu, namun aku selalu berusaha bersikap baik kepadanya sebagaimana pesan mama kepadaku saat itu. satu kalimat yang aku ingin ucapkan buat kakakku. Aku sayang padamu walaupun aku tak tahu bagaimana caranya.
Cerpen ini aku buat sebenernya buat tugas bahasa indonesia dengan sudut pandang orang pertama, dari pada hanya sekedar aku simpan filenya, mending aku share aja. ini bneran asli yang aku rasain dulu looh!! aku hanya berharap semoga kedepannya lebih baik. amin
wow..... dahsyat ceritanya...
ReplyDeleteanak yang tak diharapkan, saya kira true story tentang penulis ne, haha... :D
hihiiii, awalnya hanya tuntutan tugas sekolah yang mengharuskan membuat cerpen sudut pandang pertama.
Deletedan itu memang beneran true story tentang penulis looh waktu umur aku 10 tahun :)
Ceritanya kena deh dihati :D
ReplyDeleteiyaa nih, miris banget rasanya kalo inget masa lalu itu :')
DeleteHALLO BOSS YUK DAFTARKAN SEGERA DI DOMINO206.COM JUDI ONLINE TEPERCAYA & AMAN 100% !
ReplyDeleteSANGAT MUDAH MERAIH KEMENANGAN TUNGGU APALAGI AYO BURUAN DAFTARKAN BOSS ^_^
UNTUK PIN BBM KAMI : 2BE3D683/WA(+855 8748 0626) SILAHKAN DIADD YA:-)
DOMINO206.COM MENYEDIAKAN 7 PERMAINAN BOSKU
- ADUR-Q
- DOMINO99
- BANDAR-Q
- POKER
- BANDAR POKER
- SAKONG
- CAPSA SUSUN
UNTUK BANK KAMI : BCA-BRI-BNI-DANAMON-MANDIRI
KAMI TUNGGU KEHADIRAN BOSS YA^^