Saturday, May 5, 2012

Aku Anak Yang Tak Diharapkan, Benarkah?


Aku terlahir menjadi anak ketiga dari tiga bersaudara, sebutannya anak bungsu. Saudaraku keduanya adalah kakak perempuan. Rentang umur yang terpaut antara aku dan kaka kedua hingga 10 tahun, sedangkan kaka pertama 14 tahun. 10 tahun? Bukankah suatu rentang umur yang sangat jauh?

Saat itu aku berumur 10 tahun, aku terlibat pertengkaran yang amat sangat mencekam antara aku dan kakakku. Memang itu hal biasa yang hampir setiap persaudaraan sedarah mengalaminya, begitu aku mengiranya. Namun kali ini berbeda, kondisi yang aku hadapi saat itu memang sangat berbeda, mencekam.
Kakakku sangat tidak suka jika aku yang dianggapnya masih kecil ini mencampuri urusannya. Aku tak berniat mencampuri urusannya, aku hanya ingin peduli dengan masalahnya. Tapi dengan caraku begitu aku dianggap salah baginya. Aku dianggap hanya dapat merusak dan memperburuk keadaan. Aku tak mengerti pemikiran orang dewasa saat itu.


Tapi sebenarnya aku ingin mendapatkan perhatian darinya. Dimana aku berperan sebagai adik yang menghormati kakaknya, dan kakakku berperan sebagai kakak yang menyayangi adiknya. Itulah keadaan sempurna menurutku. Aku ingin sekali menciptakan keadaan itu. Tapi susah sekali untuk merealisasikannya dengan peranku sebagai adik saat itu.

Suatu ketika dimana ia dihadapkan dengan sebuah masalah, dan aku juga mengetahui masalah itu. aku menganggap masalah itu terlalu aneh untuk dijadikan masalah.  Hingga sekarang aku sangat merindukan masa-masa dimana aku masih berpikir instan dan semuanya aku hadapi dengan jalan pintas, yaitu saat aku masih anak-anak. Aku merasa masa itu sangat indah, dengan segala masalah tidak pernah aku ambil susahnya dan dengan mudah aku biarkan masalah itu berlalu begitu saja. Tapi mengapa sekarang begitu susah untuk menciptakan masa layaknya demikian? Dan aku baru menyadari bahwa masalah yang dihadapi kakakku itu memang tergolong berat saat itu.

Sebagai adik aku mencoba menjadi adik yang baik baginya, aku membawakannya segelas air putih untuk membuatnya luluh denganku. Setelah aku meletakkannya di meja,  kemudian dia diam. Aku pun juga demikian. Setelah beberapa lama ia pun tetap diam dan duduk di atas kasur kamarnya. Aku spontan kaget dengan perkataannya yang tiba-tiba mengarah padaku. Awalnya aku mengira dia hanya curhat dan melampiaskannya segalanya ke aku atas masalahnya, ternyata aku salah. Satu pernyataan yang dia ucapkan kepada yang membuatku begitu sontak mendengarnya.

“kenapa mamah selalu sayang sama kamu ki? Gak pernah mikirin aku. Apa sih yang dibanggain dari anak kecil tukang usil dan suka cari gara-gara kayak kamu? Dan asal kamu tau yaa kii, kamu itu sebenarnya anak yang gak diharapin tau gak. Umur kita aja beda jauh! ...”

Segalanya dia hanturkan untuk membuatku makin miris, aku yang mendengarkannya langsung tak sanggup menahan air mata. Kemudian luapan air mata terus keluar membasahi.
“emang bener apa yang kakak katakan? Aku bukan anak yang gak diharapin tau. Kalo iya kenapa aku masih hidup sampe sekarang?” sambil terus menangis.

“kamu nggak ngerti keadaannya, soalnya kamu belum lahir, dulu papa sama mama tak ada niat untuk punya anak lagi. Kamu hadir tanpa diduga. Kalo kamu gak bercaya, tanyakan saja sana sama mama dan papa”

Setelah mendengarnya aku keluar kamar perlahan, kemudian sambil terbayang dipikirannku mengenai hal yang dia lontarkan tadi. Benarkah aku anak yang tak diharapkan?

Mama dan papa saat itu memang tidak ada di rumah, aku menunggu mama atau papa pulang untuk menanyakan hal yang tadi diucapkan kakakku. Sore datang, mamaku pun pulang. Aku langsung menghampirinya ke garasi. Tadinya aku ingin bertanya sambil menangis, namun aku takut akan dibilang 
cengeng oleh kakakku.

“mah, aku mau nanya. Apakah mama sayang padaku? Apakah mama mengharapkanku ada seperti mama mengharapkan kakak-kakakku ada?” sambil mencoba tetap tenang untuk tidak mengeluarkan air mata.
Mama sontak mengerutkan kening tanda tak paham ataupun merasa aneh dengan ucapanku ”kenapa nak, kamu ada tugas sekolah tentang apa itu? disuruh bercerita? Mama sayang kok sama kamu, sayang juga sama kakak-kakakmu”

Mendengar itu akupun mulai tenang, kemuadian langsung pada inti pertanyaan “mah, apakah aku ini anak yang gak diharapkan? Apa benar mama pada awalnya tak mengharapkan aku ada”
Mama terdiam lama, kemudian menjawab pertanyaanku “pasti kakakmu kan yang berkata seperti itu? kalian berantem masalah apa lagi?”

Jawaban pertanyaanku belum dijawab, tiba-tiba aku tak bisa lagi menahan air mata, melihat aku yang menagis mama memelukku “jangan nangis sayang, itu hanya perkataan kakakmu saja. Gak usah dipikirin. itulah senjatanya untuk membuatmu kalah ketika kalian berantem. Mama, papa, semuanya sayang kamu kok”

“tapi apakah benar aku anak yang tak diharapkan?” aku bertanya lagi dengan singkat ditambah luapan air mata yang mengalir.
Mama kemudian membawaku ke arah dapur untuk didudukkan, kemudian ia melanjutkan jawabannya 

“Dulu memang papa sama mama cuman berencana mempunyai 2 anak, kemudian setelah 10 tahun setelah kaka keduamu lahir, mama hamil lagi. Awalnya semua tak menyangka kamu ada, kakak-kakakmu dan beberapa sodara kita lainnya mengharapkan kehadiran seorang anak laki-laki karena mama belum punya anak laki. Tapi ternyata Allah memberikan seorang putri buat kami, itulah kamu sayang. Walaupun bagaimanapun, mama tetap sayang sama kamu kok nak. Gak usah kamu pikirkan perkataan kakakmu itu”

“benarkah hingga sekarang ibu masih sayang padaku?” aku bertanya lagi untuk meyakinkan diri.
“kalau mama tidak sayang padamu, kenapa sekarang mama berada disampingmu disaat begini. Kenapa mama mencari kerja untuk menghidupimu. Itu semua untuk kamu dan kakak-kakakmu. Sudahlah, lupakan saja perkataan kakakmu. Makanya kiki jangan suka usil sama kakak, itu yang membuat kakak-kakakmu menjadi kesal kepadamu, yaah”

Aku sudah mulai tenang dengan ucapannya, kemudian aku menghapus air mata. Mama membawaku ke arah kamar mandi untuk mandi, agar badan dan pikiranku kembali tenang.


Sejak saat itu aku memang tidak bisa mudah melupakan perkataan kakakku yang begitu miris itu, namun aku selalu berusaha bersikap baik kepadanya sebagaimana pesan mama kepadaku saat itu. satu kalimat yang aku ingin ucapkan buat kakakku. Aku sayang padamu walaupun aku tak tahu bagaimana caranya. 


Cerpen ini aku buat sebenernya buat tugas bahasa indonesia dengan sudut pandang orang pertama, dari pada hanya sekedar aku simpan filenya, mending aku share aja. ini bneran asli yang aku rasain dulu looh!! aku hanya berharap semoga kedepannya lebih baik. amin

5 comments:

  1. wow..... dahsyat ceritanya...
    anak yang tak diharapkan, saya kira true story tentang penulis ne, haha... :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. hihiiii, awalnya hanya tuntutan tugas sekolah yang mengharuskan membuat cerpen sudut pandang pertama.
      dan itu memang beneran true story tentang penulis looh waktu umur aku 10 tahun :)

      Delete
  2. Replies
    1. iyaa nih, miris banget rasanya kalo inget masa lalu itu :')

      Delete
  3. HALLO BOSS YUK DAFTARKAN SEGERA DI DOMINO206.COM JUDI ONLINE TEPERCAYA & AMAN 100% !

    SANGAT MUDAH MERAIH KEMENANGAN TUNGGU APALAGI AYO BURUAN DAFTARKAN BOSS ^_^

    UNTUK PIN BBM KAMI : 2BE3D683/WA(+855 8748 0626) SILAHKAN DIADD YA:-)

    DOMINO206.COM MENYEDIAKAN 7 PERMAINAN BOSKU
    - ADUR-Q
    - DOMINO99
    - BANDAR-Q
    - POKER
    - BANDAR POKER
    - SAKONG
    - CAPSA SUSUN

    UNTUK BANK KAMI : BCA-BRI-BNI-DANAMON-MANDIRI
    KAMI TUNGGU KEHADIRAN BOSS YA^^

    ReplyDelete